Sedikit berucap

Apa yang kita lakukan bila urutan kematian alamiah menempatkan kita di antrean berikutnya, ketika kita tak lagi bisa bersembunyi dibalik pikiran " Ini bukan giliranku"?

- Mitch Albom

Monday, January 30, 2012

Siapa yang tahu mati itu akan datang kapan


“Setiap orang tahu mereka akan mati, tapi tak seorang pun percaya bahwa itu bisa terjadi pada mereka dalam waktu dekat”Morrie Schwartz

Yah, mungkin seperti itulah yang memang terjadi. Seperti kalimat di atas, kita percaya akan kematian, tapi kita percaya hal itu tidak akan terjadi pada waktu dekat. Saya mengangguk nya. Apakah ini termasuk salah satu sifat kontradiktif dari makhluk bernama manusia?, yah mungkin saja. Bahkan orang yang mengaku paling beriman pun mungkin saja mengakuinya, bahwa dia yakin dia tidak akan mati dekat ini.

Tapi, masalah nya kita tidak tahu kapan kita akan mati, sebuah teka teki jadwal kematian yang diberikan oleh Maha Pencipta. Baru-baru ini salah seorang teman saya meninggal dunia. Hal yang tidak pernah kami duga. Sebuah kejadian yang sampai sekarang orang terdekatnya menganggap ini hanya sebuah mimpi, tapi kenyataannya ini benar-benar terjadi. Sebelum teman yang satu ini, bulan-bulan kemarin saya juga kehilangan beberapa teman yang sudah dulu berangkat meninggalkan dunia ini, dan ceritanya selalu sama. Seakan-akan semua hanya mimpi, bahwa kemarin malam kita masih bersama dan besoknya teman itu sudah tiada. Ini lah teka-teki jadwal kematian itu.

Dan setiap saya mendengar dan melihat kematian di depan mata entah itu ketika berada dalam ICU rumah sakit atau di sebuah pemakaman, tiba-tiba saja saya merasa ada yang membuat saya untuk kembali berfikir, kapan undian itu akan datang kepada saya. Dan perlahan-lahan saya merasakan perubahan dalam diri, ketika semua nya berubah perlahan menjadi bijak, mulai memilah milah cara untuk bersenang-senang di dunia ini, dan saat-saat ketika saya berhenti memaki dan mengeluhi hidup diri sendiri dan orang lain, semuanya serasa menjadi nyaman. Menemukan diri dalam suasana yang begitu santai dan nyaman untuk berjalan.

Tapi, apakah kita ini sudah siap untuk berjalan menuju puncak langit itu, ketika semuanya sudah berubah menjadi bijak dan melankolis ?

Saya tidak tahu, mungkin yang Di-atas Sana bisa memberikan jawaban melalui mimpi-mimpi kita di malam hari.


0 komentar: