Sedikit berucap

Apa yang kita lakukan bila urutan kematian alamiah menempatkan kita di antrean berikutnya, ketika kita tak lagi bisa bersembunyi dibalik pikiran " Ini bukan giliranku"?

- Mitch Albom

Thursday, June 2, 2011

Brukss#1

Hari ini atau malam tadi adalah puncak dimana semua amarah itu tiba-tiba meledak, sumpah demi apa pun yang saya yakini benar, peristiwa semalam adalah hal yang paling membuatku merasa berada di titik hampir paling rendah. Sebuah tindakan bodoh atau biarlah saya sebut sebagai lelucon kampungan seseorang yang saya anggap teman baik tapi ternyata hanya seorang pengecut yang bisanya memaki sambil berjalan mundur. Tapi yang saya lakukan hanya berusaha untuk bersikap tenang agar teman yang lainnya tidak merasa "jatuh". Dan itulah saya, selalu berusaha sebisa mungkin mengatasi keadaan agar semuanya tidak terlalu keruh. Tapi apa yang saya alami semalam adalah saat dimana saya tidak bisa lagi melakukan kompromi atau toleransi kepada situasi yang tidak saya inginkan. 
Dan kemarin saya benar-benar marah.

Saya tidak pernah memilih-milih teman atau tongkrongan atau apapun itu istilahnya. Setiap saya berada di tempat yang baru, saya sebisa mungkin belajar untuk cepat beradaptasi dengan lingkungan baru saya itu. Dan kenyataannya, semua tempat yang saya datangi atau sekedar bergaul semuanya bertolak belakang antara satu dengan yang lainnya. Entah itu ketika saya berada di lingkungan kampus atau organisasi, di jalan, di tengah-tengah anak-anak borjuis, di lingkungan pemabuk, di lingkungan keluarga yang konservatif ataupun yang puritan. Dan suatu saat ketika saya berada di suatu tempat tersebut dan salah satu dari mereka mengganggu saya dengan mengolok-ngolok tempat bergaul saya yang lainnya, saya hanya bisa tersenyum atau tertawa tak perduli dengan semua yang mereka bilang. Saya tidak pernah pilih kasih ataupun membesar-besarkan salah satu tempat pergaulan saya. Ambil contoh ketika mereka semua mengolok band saya sebagai band setan saya pun cuek saja sambil tersenyum, saya tidak marah. Karena saya tahu itu tidak penting untuk diladeni. Saya hanya ingin seperti anak bunglon yang selalu belajar beradaptasi dengan baik di sebuah lingkungan  dan membuat nyaman semua yang ada disitu. Dan selama ini saya tidak pernah mempunyai seorang musuh pun.

Toleransi atau kompromi adalah hal yang sangat jarang saya lakukan di pergaulan. Dan ketika ada seseorang yang membuat saya benar-benar marah, maka toleransi menjadi hal yang tabu untuk dilakukan.

Dan mungkin saya telah gagal menjadi bunglon yang baik hati dan tidak sombong. 
Mungkin saja

1 komentar:

dheedhee said...

semangaaattt :D